Thursday, July 17, 2008

WAWANCARA DENGAN USTADZ MOHAMMAD MA. JOBAN

Calhaj33

Bagaimana awal mula atau sejarah Ustadz menjadi Chaplain di penjara-penjara sekitar Washington State ?

Saya sampai di Amerika sekitar tahun 1989. Dan saya menjadi imam di masjid An Nur, Olympia, Washington. Ini Washington state ya, bukan Washington DC. Washington state terletak di pantai barat Amerika. Nah, Olympia ini berjarak satu jam perjalanan dari Seattle, kota terbesar di negara bagian Washington. Sedangkan untuk ke Vancouver, Canada, hanya membutuhkan waktu tiga jam saja. Jadi pada tahun 1991 ada pengumuman di Islamic Center bahwa penjara membutuhkan imam. Disini disebutnya Chaplain. Jadi ada Muslim Chaplain, Christian Chaplain, Catholic Chaplain, dan lain-lain. Kita mungkin tahunya Chaplain itu ‘Chaplin’ –Charlie Chaplin (comedian –red.) tapi jelas maknanya berbeda. Karena di Amerika ini nggak ada departemen agama, ini negara sekuler. Jadi yang menangani masalah agama disebut Chaplain. Ada the head of Chaplin-nya. Jadi di Washington ini kebetulan waktu itu tak ada yang qualified dari segi pendidikan. Kebetulan hanya ada saya waktu itu yang dari Al Azhar, maka saya diinterview dan alhamdulillah saya mulai bekerja saat itu sebagai Chaplain di penjara Monroe, dua jam drive dari Olympia. Setelah itu saya kemudian menjadi Chaplain untuk state. Saya menjadi Chaplain juga di Mc Neil Island di Tacoma. Kalau Monroe ini kebanyakan ada dua. Yang pertama adalah Twin Reverse Correction Center . Kebanyakan orang yang dulunya memperkosa. Jadi penjara disini kebanyakan punya spesialisasi, Pemerkosa ditempatkan di penjara A, yang lainnya di penjara B, dan seterusnya. Yang kedua adalah di WRCC yaitu Washington Reformatory Correctional Center. Ini kebanyakan untuk yang terlibat ‘drug’. Kemudian Mc Neil. Mc Neil ini terletak di pulau Mc Neil. Letaknya dekat Tacoma. Jadi saya harus nge ‘drive’ duapuluh menit lalu naik kapal dua puluh menit juga. Jadi total empat puluh menit. Penjara ini terletak di pulau seperti penjara Alcatraz di California. Jadi penghuninya tak mungkin lari. Penghuninya kelas berat semua. Ada pembunuh yang dihukum tigapuluh tahun, empat puluh tahun. Satu lagi ke arah South namanya Shelton, Shelton Correction Center. Ini tempat transfer napi dari mana-mana. Ada juga yang tinggal disitu. Ada sekitar 3000 napi disana. Ada yang minimum dan ada juga yang maksimum. Jadi saya disitu dari jam tujuh sampai jam empat sore. Saking banyaknya, dari satu tempat ke tempat yang lain harus lewat terowongan di bawah penjara. Nah disitulah tempat subur untuk berda’wah karena dari situ mereka dikirim ke tempat-tempat selain setelah tiga bulan, empat bulan.

Sebelumnya bagaimana Ustadz bisa sampai ke Amerika, dari IAIN, lalu ke Al Azhar Cairo, lalu ke Amerika ?

Tahun 1973 saya ke Kairo. Tahun 1975 selesai Lc. Lalu kerja lima tahun di Kairo, jadi penyiar. Radio Kairo suara Indonesia. Dulu banyak pertanyaan-pertanyaan yang masuk ke saya. Didengar oleh muslim di Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi.

Memang dulu saya sudah bercita-cita untuk mempertemukan Timur dan Barat. Saya selalu belajar di Timur baru kemudian di Barat. Jadi dahulu ketika Pak Amien Rais mengambil thesis dan meriset tentang Ikhwanul Muslimin di Kairo, dia dua tahun disitu dan sering ikut pengajian disana, saya sering ketemu dia. Dia sering ke lapangan dan ketemu orang-orang ikhwan. Nah dia ketemu saya dan menyarankan supaya meneruskan ke Chicago. Maka saya dulu ingin mengambil Ph.D di bidang Islamic Studies. Rencananya di Chicago. Sampai disini (Amerika –red) ternyata kalau kita tidak punya greencard (izin tinggal permanent) maka biayanya besar. Tapi saya ketika itu, karena visa saya berlaku setahun, sebelumnya saya bekerja sebagai kepala biro penyiar di radio Kairo sehingga mudah dapat visa karena sebagai penyiar dan penerjemah. Saya punya visa setahun. Visa turis. Ingin sekolah tak bisa karena biaya. Alhamdulillah teman saya orang Campa – Kamboja yang sama-sama studi di Azhar memberi saya address masjid di Olympia. Maka daripada saya pulang, saya memutuskan untuk mencari biaya sekaligus menghabiskan visa saya selama setahun disini. Kebetulan di Olympia ini ada masjid, ada masyarakat, tapi tidak ada imam-nya. Disini banyak memang yang seperti ini. Masjid ini milik orang Campa, Kamboja. Orang Campa ini kebanyakan muslim. Nah ceritanya kenapa orang Campa ini banyak masuk Islam karena dulu raja Aceh kawin dengan putri Campa. Makanya di Kamboja ini ada istilah kampong Campa. Mereka ini dulu ketika escape dari Kamboja ini tergantung siapa sponsornya. Jadi ada yang ke Texas, ada yang ke California, Sebagai refugees. Waktu saya datang hanya ada lima families saja. Yang lainnya ada orang Arab, orang Malaysia. Jadi rupanya sudah lama mereka disini. Dari tahun 1979 –an begitu. Jadi sudah lupa mengaji, lupa macam-macam. Anaknya sudah dibesarkan dengan cara Amerika. Akhirnya saya kumpulkan. Ibu-ibunya juga saya kumpulkan. Maka alhamdulillah mereka teringat lagi dengan masa lalu. Maka masyarakat sana mengajak saya untuk tinggal di Olympia. Rupanya di imigrasi Amerika ini ada peraturan, bahwa setiap masyarakat memerlukan Rabbi, Pastor, Imam, itu harus dipenuhi. Itu peraturan. Jadi banyak orang yang dapat tinggal disini karena menjadi Imam. Dan mereka cenderung lebih mudah untuk mendapatkan greencard. Dan peraturannya tetap tak berubah setelah September 11th sekalipun. Tapi terus terang tak mudah. Sang Imam harus di tes dulu. Ada expert-nya. Jadi di imigrasi Amerika ini ada yang ahli Islam. Ahli Islam tapi bukan muslim. Nah ketika itu saya menjumpai masalah. Mereka minta sertifikat Imam. Saya bilang dalam Islam ini tak ada sertifikat Imam. Tapi peraturan tetap peraturan. Karena disini ini pastor punya sertifikat pastor. Maka saya langsung kontak ke Azhar dan alhamdulillah Azhar mengeluarkan sertifikatnya. Alhamdulillah tiga bulan kemudian greencard saya di-approve. Itu tahun 1991. Hanya tiga bulan. Jadi saya Itu hitungannya termasuk expert disini.

Setelah itu masyarakat Campa di Olympia memanggil semua. Dipanggillah orang Campa yang di New York , dan lain-lain. Mereka bilang : ada guru ada guru. Jadi yang dulu lima families sekarang sudah jadi empat puluh families orang Campa di Olympia. Yang di luar lebih banyak lagi.

Lalu setelah bertugas di Shelton Correctional Center, kemana lagi Ustadz bertugas?

Penjara-penjara di Washington state ini semakin bertambah banyak. Kalau harus saya layani semua saya takkan punya waktu lagi untuk masyarakat. Alhamdulillah saya kemudian memiliki asisten-asisten Chaplain. Ada namanya Amir Abdul Matin, itu orangAmerika yang masuk Islam di penjara dan keluar masya Allah. Keluar dari penjara malah lebih hebat. Sekarang jadi Chaplain juga dia. Jadi chaplain untuk penjara perempuan. Terus saya angkat lagi seorang namanya Thohir, dia orang Kenya. Jadi sebetulnya perkembangan muslim di penjara ini pesat sekali. Malah sekarang kita kewalahan. Jadi sekarang ada beberapa penjara yang kita kekurangan tenaga karena jauh dari masyarakat muslim seperti di Spokane, dan lain-lain. Sulit kita kesana karena harus drive dengan jarak jauh. Padahal Correctional Center-nya sudah siap membayar. Jadi di penjara itu katakanlah ada lima orang Hindu, mereka berhak minta disediakan Imam untuk agama Hindu. Ada budget penjara untuk itu. Jadi kita itu seperti kerja kontrak. Kalau kita datang dibayar. Jadi kita itu state employee, pegawai negeri. Sekarang kalau ada napi ngamuk atau dia mau ngangkat pegawai baru yang muslim biasanya mereka kontak saya. Saya acc baru pegawai itu diangkat.

Apa saja kegiatan Chaplain itu Ustadz, apa harus 9 to 5 tinggal di penjara, lalu khutbah setiap hari?

Jadi khutbah juga bergilir. Karena saya sibuk juga di masyarakat maka saya gilir. Sebulan sekali di Shelton, kemudian di masjid, ya mutar saja. Hanya kegiatan rutinnya jadi kita dikasih hours. Misalnya saya ke Mc Neil Island, pertama diberi kesempatan untuk ketemu dengan maximum . Di maximum ini kita one to one. Dengan maximum security. Bicaranya melalui lobang saja. Biasanya untuk orang yang dianggap tidak control dan suka membuat kegaduhan biasanya dihukum disitu. Kalau dia masuk dan keluar sel dia tetap diborgol. Ada juga yang class. Jadi pas maghrib saya disitu dan shalat jama’ah bersama. Kemudian biasanya jam pertama banyak yang non muslim. Jadi gini, di dapur ada tulisan misalnya ‘bible study’ atau ‘Quranic Study’, banyak orang Amerika yang bible sudah tahu lah tapi ingin tahu juga yang lain. Mereka kalau ingin ikut harus mendaftar. Disana setiap satu jam ada pengumuman, Islamic Studies disini, Bible Studies disana, dan seterusnya. Dan setiap orang boleh datang asal mendaftar. Yang datang bisa 20. 30, 40, ataupun 50. Kemudian jam kedua baru studi bagi yang sudah ‘advance’. Misalnya studi tafsir. Ada juga kelas bagi yang baru masuk Islam . Alhamdulillah salah satu pengaruh yang paling besar adalah Napi yang masuk Islam. Karena mereka kan setiap hari tinggal disitu. Kalau saya kan hanya sepekan dua kali. Kemudian lagi dia kan orang Amerika. Bahasanya sama. Pengalamannya sama. Sama-sama criminal. Misalnya dia ketemu temannya Dia mungkin nanya what is your God like? He eat, and drink, and sleep. What do you mean ? Jesus, he is already dead ! Pertama orang mungkin marah dibegitukan, Tapi lama kelamaan akan mikir. Ada lagi yang masuk Islam karena ingin perlindungan. Banyak muslim itu yang dulunya ketua-ketua Gank. Juga penjara di Amerika ini nggak seperti kita. Di Amerika ini penjara kayak hotel. Semua fasilitas ada. Ente mau ngambil Ph.D juga bisa di penjara. Mau ke library bisa. Mau olahraga apalagi. Jadi kalau ente masuk itu seperti nggak di penjara. Seperti kampus aja. Ada nomornya, ada kamarnya, ada foundation. Kalau makanan nggak enak, napi bisa demonstrasi. Semua napi (kami menyebutnya ‘inmates’) diperlakukan sama tanpa diskriminasi. Itulah kenapa saya bilang, nilai-nilai Islam kok lebih banyak saya temukan di Amerika. Masyarakat disini cenderung lebih ‘Islami.’ Di penjara itu si officer (penjaga) tidak boleh sembarangan. Kalau sembarangan bisa di sue (digugat –red.) dia. Dia juga tak boleh bawa pistol. Jadi sebetulnya, orang di penjara Amerika itu bukannya bertambah baik. Justru makin keenakan dia. Sekarang begini, kalau dia seorang homeless, kedinginan, nggak punya rumah, maka terkadang mereka sengaja mencuri supaya masuk penjara. Di penjara semuanya enak. Makanan enak. Tempat tidur enak. Malah ada orang yang sudah sepuluh tahun dipenjara kemudian mau dibebaskan malah kemudian takut. Pertama dia takut dicari teman-temannya di luar penjara. Kedua dia merasa sudah terbiasa disini. Juga, segala macam drug, yang biasa ada di luar di penjara malah tersedia lebih banyak. Saya pernah tanya kenapa ? jawabnya karena ini orang kriminal. Di penjara stress. Berapa pemerintah kuat membayar penjaga-nya. Tak mungkin kan 3000 inmates maka penjaganya 3000 juga. Paling-paling juga 200. Maka supaya tenang bagaimana? Meskipun dilarang tapi peredaran drug cukup meluas. Melalui pengunjung, melalui staf, dan ini realita. Drug ini untuk konsumsi pribadi sekaligus untuk dijual ke sesama inmates. Maka, kalau ada Napi yang masuk Islam maka mereka gembira sekali. Karena si napi biasanya jadi tenang, disiplin, tidak suka merusak. Tapi nggak senangnya, why Islam. Kenapa Islam? Kenapa nggak agama yang lain. Jadi dari satu sisi mereka senang Karena sang napi bisa berubah, dari sisi lain mereka bertanya juga. Kenapa Islam ? apalagi setelah September 11th. Dulu yang negur saya kebanyakan para inmates, sekarang para sipir juga (officer-lyang bisa baca Qur’an. Contoh ada seorang napi dulu namanya Smith, sekarang namanya Lukman. Orangnya kayak Mike Tyson. Orang hitam dia. Jadi sebelum masuk Islam dia dipenjara Walawala, seperti penjara Nusakambangan lah kalau di Indonesia. Penjaranya angker. Biasanya orang kalau sudah masuk walawala sudah terkenal lah. Biasanya napinya ditakutin. Napi senior lah. Tapi setelah masuk Islam semua orang kaget. Dia jadi sopan, disiplin, makanya dia kemudian dipindahkan ke penjara Monroe. Dia dipenjara seumur hidup karena pembunuhan. Tapi ketika dia masuk Islam luar biasa perubahannya. Dulu kalau dia nggak senang sama orang atau nggak suka sama makanan dilempar aja. Makanya dia harus dikawal terus. Malah sebelum saya ke Monroe saya suka ketemu Napi yang masuk Islam. Saya tanya kenapa kamu masuk Islam, karena Lukman kata dia. Lukman ini dulu ketua gank. Lukman ini, dan juga orang Amerika pada umumnya, senang kalau diterangkan fadhilah-fadhilah, atau keutamaan-keutamaan. Senangnya targhib. Senang kalau diberi hope (harapan). Misalnya fadhilah shalat malam. Pernah saya cerita sama Lukman tentang fadhilah shalat malam. Dan sejak itu dia tak pernah sekalipun meninggalkan shalat malam. Bangun jam tiga sampai subuh. Pengaruhnya apa coba? Apa napi kulit putih yang sekamar dengan dia. Setelah tiga bulan rupanya si napi ini penasaran juga. Ditanyalah Lukman, why did you do exercise every night ? ini bukan exercise (olahraga-red) tapi shalat. I was praying. Nabi Isa juga shalatnya begini ini kata Lukman. Apa ini kata si napi kulit putih? Lalu apa ini yang kamu baca. Ini Al Qur’an kata Lukman. Boleh saya baca ? boleh kata Lukman. Terus dia nawarin. Saya setiap hari Senin pergi ke Monroe. We have teacher from Indonesia. Lalu ikut pula-lah si napi kulit putih itu ke Monroe. Jadi, hampir tiap Senin dia datang. Namanya John, orang Amerika. Lalu, kadang-kadang saya kan bawa jama’ah haji ke tanah suci. Tiga bulan lah saya tidak ke Monroe. Ketika saya ke Monroe lagi, eh di kelas ada si John. Tapi sudah pakai kopiah. Disini orang masuk Islam senang pakai kopiah, sebagai pertanda katanya. Saya tanya how are you John? No, no, no. My name is not John anymore. My name is Salman. Jadi dia masuk Islam hanya karena melihat si Lukman shalat malam. Ini hanya salah satu kisah. Ada lagi yang lain. Ada pemuda, seorang inmate di Mc Neil ketemu saya. Dia cerita bahwa bapak dia itu pastur (istilah pastur di Amerika digunakan secara sama dengan pendeta, di Indonesia istilah pastur hanya untuk agama Katoilik –red.). Jadi sejak kecil saya dibawa ke gereja. Waktu saya umur sepuluh tahun ayah saya bicara begini, barangsiapa menyembah berhala atau patung maka dia akan masuk neraka. Sehabis ceramah di dekat pintu keluar ada gambar Santa Maria. Ayah saya mengangguk-angguk. Saya terheran, Daddy, katanya tadi kalau menyembah patung akan masuk neraka. Jadi dibawalah anaknya lalu berhenti mereka di depan patung. This is different kata si Bapak. Si anak heran lalu benci, tidak mau ke gereja dan akhirnya jadi orang nakal. Makanya dia masuk ke penjara sekarang. Jadi setelah umur sekitar duapuluh tahun, ketika dia di penjara, dia ketemu napi yang sedang kumpul-kumpul. Ada juga yang sedang memegang Qur’an. Mereka juga sedang diskusi tentang Jesus. Dia heran, ini orang-orang Islam tahu apa tentang Jesus. Kata napi Islam, ini Qur’an, disini ada ada nabi Isa. Lalu dia baca Qur’an. Dia bilang, apa yang selama ini saya bingung tentang Nabi Isa, I found them in Qur’an. Karena nama Isa kan disebut di Qur’an lebih dari 30 kali. Sedangkan nama Nabi Muhammad hanya lima kali disebutkan, itu juga yang satu kali namanya ‘Ahmad.’ Sejarah nabi Muhammad nggak ada di Qur’an. Nabi Isa ada semuanya. Kemudian apa kata Qur’an? The best woman in the world ini siapa, Maryam. Padahal di bible sendiri sendiri nggak ada chapter tentang Mary. Akhirnya dia gampang tertarik. That is why I became a muslim, katanya.

Lalu pernah ada hubungan-hubungan yang mengesankan nggak dengan para inmates, Ustadz?

Banyak. Sekarang ini ada yang tinggal di Olympia. Ada yang tinggal di Seattle. Setiap Sabtu dia datang. Dan apalagi Ramadhan. Di bulan Ramadhan ini para inmates biasanya buat reuni. Yang dulu sama-sama di penjara terus keluar biasanya kumpul dan kita undang pas Ramadhan. Jadi alhamdulillah. Ini juga yang menjadi perhatian kita. Karena ketika saya menjalani masa orientasi sebagai Chaplain, saya dibilangi bahwa 80% dari napi yang dipenjara akan kembali lagi ke penjara (residivis). Dulu ketika saya masih baru disini hanya ada 4 penjara besar. Kini ada 12 penjara. Artinya apa, jumlah napi semakin banyak sehingga penjara yang ada tak mampu menampungnya. Tapi ini anehnya kata si trainer, 80% napi masuk penjara lagi kecuali mereka yang masuk Islam. Sedikit saja napi Islam yang masuk penjara kembali. Hanya problematika mereka adalah menghadapi family-nya. Bagaimana menjelaskan keislaman mereka terhadap family mereka. Banyak juga yang orangtuanya tokoh agama. Pastur, dll. Jadi alhamdulillah hubungan pribadi sangat baik, bahkan ada juga yang menjadi chaplain. Ada juga diantara mereka yang kembali sekolah. Mendalami Islam ke Washington DC, ada yang punya rencana ke Madinah. Ini yang saya sendiri masih aneh. Kalau seorang inmate masuk Islam, kadang-kadang kita nggak percaya kalau dia itu dulu pernah membunuh orang. Kebanyakan mereka itu adalah victim alias korban. Korban dari broken home. Banyak dari mereka yang tidak tahu siapa ayah dan ibunya. Who is my mother who is my father ? Mereka tinggal di foster home. Jadi, tugas chaplain-chaplain di penjara itu hampir sama seperti garbage man (tukang buang sampah). Kalau garbage man tadi kan pagi-pagi ngetuk pintu kita, dan mungkin bertanya kenapa sih Pak anda membuang sampah banyak sekali. Mungkin kita akan menjawab, bukan urusan kamu, just do your job ! Nah ini sama dengan Chaplain. Kita nggak boleh bertanya kenapa orang ini masuk penjara. Padahal banyak sebab orang masuk penjara. Karena broken home, karena konflik di sekolah. Tapi, don’t ask this. Jadi orang Amerika sendiri berkomentar, just do your job, jangan tanya-tanya ! Ini sama seperti orang-orang Amerika yang gemar membantu kaum miskin di Amerika Latin. Mereka akan dianggap sebagai Angel, malaikat. Tapi ketika dia bertanya why are you so poor? Maka respon dari masyarakat akan berbeda. Si penolong akan dianggap sebagai mata-mata. Jadi untuk membantu boleh tapi jangan tanya. Padahal orang jadi miskin kan banyak sebab, karena negara korup misalnya.

Apa pertanyaan favorit yang paling banyak ditanyakan oleh inmates kepada Ustadz, baik yang sudah muslim maupun belum?

Tergantung zamannya. Kalau sekarang-sekarang ini kebanyakan masalah Islam dan terorisme. Juga masalah Islam dan wanita. Dan isu-isu yang diangkat banyak oleh media. Tapi kalau dalam suasana tenang mereka banyak bertanya tentang nabi Isa. Who is Muhammad? How could he become as a prophet? How is his story? Kemudian tentang Al Qur’an. How this Qur’an coming to Muhammad, apa isinya. Yang paling aneh, para Napi ini kalau kita kasih Qur’an, dan juga orang Amerika pada umumnya, umumnya mereka melihat indeks. Mereka mencari Jesus. Mereka ingin tahu what Islam talk about Jesus, about my master. Tapi sebetulnya yang membuat mereka tertarik pertama-tama adalah karena ketemu dengan muslim. Jadi pribadi lah yang menarik mereka. Apalagi di penjara kan kelihatan sekali perbedaannya. Utamanya di bulan Ramadhan. Di bulan ini yang masuk Islam bertambah sekali karena ibadah napi muslim nampak sekali pada bulan ini. Pada jam tiga pagi mereka beramai-ramai bangun kemudian mengenakan kopiah dan jalan menuju tempat sahur di penjara. Lalu mereka membaca Al Qur’an sampai satu juz setiap hari. Lalu ketika napi-napi lain makan, mereka baru makan setelah buka puasa. Lalu di bulan puasa ini mereka tidak ngomong kotor. Di Amerika ini kan orang biasa ngomong kotor. Sehingga ketika melihat seseorang itu omongannya baik, napi lain jadi tertarik. He is clean. I wanna be like this man. Jadi akhlak mereka itulah kebanyakan yang membuat orang tertarik masuk Islam. Karena mereka mikir, saya ini kosong dan dirty, tapi kenapa si A nampak bahagia sekali? Dahulu si A bawaannya stress terus, tapi kenapa sejak masuk Islam dia jadi tenang. Banyak orang nggak percaya. Jadi, seperti kata Lukman, saya telah menemukan sesuatu. Dulu pikiran saya (kata Lukman) bagaimana saya bisa lari dari penjara. Tapi kini saya betah di penjara. Tuhan seperti mengirim saya kesini, kata Lukman. Mungkin kalau saya keluar saya akan berbuat seperti dahulu lagi. Jadi pikirannya sekarang seperti itu. Ada juga seorang napi yang dulunya ahli masalah bible. Saya tanya, kenapa kamu nggak serius dengan agama kamu? Kata dia, orang Kristen nggak mungkin serius. Karena ada kepercayaan, selama kamu percaya bahwa nabi Isa itu penyelamat maka dosa kamu akan ditanggungnya. Jadi selama ini, kata sang napi, saya nggak punya rasa takut. Takut ke neraka, dan lain-lain. Jadi saya tetap minum, mabuk, tapi saya tetap yakin dan berharap bahwa Jesus can save me. Inilah konsep yang menurut dia membuat dia tidak serius. Yang paling menyenangkan buat mereka adalah mereka mendapatkan konsep yang jelas, who is God and who is Jesus. Dia bilang, you have to believe. Setiap orang Kristen bagaimanapun hebatnya mesti ada doubt sama ketuhanan Jesus, kata si napi lagi. Jesus a God become a man ?. Makanya kan saya pernah dialog dengan Pastor namanya Father S. Kita dialog lama tentang Tuhan dia. Tentang Roh Kudus. Saya tanya, yang Tuhan yang mana ? dia bilang tiga-tiganya. Father, Son, and the Holy Spirit. Saya tanya, jadi seperti Sharing God? Kata dia bukan, mereka adalah full God. Jadi Father adalah full God, Son adalah full God dan Holy Spirit juga full God. Tiga-tiganya Maha Tahu, Maha Tahu, Maha Tahu. Maha Mendengar, Maha Mendengar, Maha Mendengar. Saya bilang, dalam bible ada dialog, seseorang nanya kepada Jesus. Master, kapan kamu akan kembali ke dunia ini. Kata Jesus, saya tidak tahu. Hanya Father yang tahu. Masa ada Tuhan nggak tahu ? Pada book of Matthew, seorang perempuan datang kepada Jesus dan berkata, Master saya punya dua anak. Nanti ketika kamu duduk dengan Tuhan saya minta satu duduk di sebelah kanan dan satu di sebelah kiri. Kalau Jesus and God is one. Tapi apa kata bible : I can not do that. Hanya Bapa bisa. Akhirnya Father S ini, sang Pastor berkata pada saya, kadang-kadang agama ini is not make sense. Mengakui dia. Ini perbedaan antara semua agama kata saya. Semua agama based on feeling. Islam no. Islam is real. Makanya, selama sesuatu itu based on feeling itu gak lama. Tapi kalau knowledge, dua kali dua empat, ya sudah.
R2NCalhaj20
Bagaimana perlakuan penjara terhadap inmate yang melakukan kejahatan seksual?

Sekarang ini ada satu kasus, napi yang dulu memperkosa setelah waktu hukumannya habis itu tidak dikeluarkan. Kini ada jenis penjara baru yaitu untuk para sex offenders. Karena 99% orang yang pernah child molested atau memperkosa lazimnya akan kembali lagi ke penjara. Hingga masyarakat menjerit. Jadi mereka napi bukan orang free juga bukan. Tempat penampungan khusus dan pegawainya juga khusus. Saya kesana juga.
Yang aneh adalah kini untuk mengeluarkan inmates tersebut dari penjara sex offenders, itu harus melalui rekomendasi psychologist. Jadi ada terapi macam-macam dan itu biayanya besar. Semua biaya ditanggung states (negara bagian –red.) Buat si napi juga jadi dilemma, khawatir setelah keluar dia akan digugat oleh masyarakat. Nah akhirnya ada satu terapi yang aneh untuk para napi ini. Yaitu disuruh menonton blue film. Anda bayangkan sepuluh tahun tidak melihat perempuan lalu disuruh menonton film blue. Jadi semua reaksi dari si inmate ini dicatat. Disimpulkan berbahaya atau tidak bagi masyarakat. Menurut saya ini bukan solusi. Inilah kalau manusia ingin menyelesaikan masalah dengan peraturan sendiri, nggak mengikuti guidance dari Allah. Jadi tempat itu sekarang ada sekitar 10 inmates yang muslim, tapi kita sebagai Chaplain tak perlu mencecar mereka dengan pertanyaan kenapa bisa sampai di penjara.

Ustadz pernah mengalami kekerasan secara fisik ketika berhubungan dengan napi, dipukul atau bersitegang misalnya?

Alhamdulillah di Amerika ini kondisi penjaranya relatif baik. Dan alhamdulillah saya sendiri belum pernah mengalami kejadian serius yang mengancam saya. Kalau antar napi dengan napi mah sering. Malah sehabis peristiwa September 11th ada peristiwa menarik. Para napi muslim diamankan. Demi keselamatan mereka. Ada satu napi muslim yang badannya besar dikeroyok sepuluh orang. Tapi karena dasarnya memang jago tinju dia bisa lawan mereka semua.


Ada perasaan takut atau was-was ketika bertemu dengan inmate? Apalagi dengan mereka yang dihukum berat?

Alhamdulillah tidak ada. Yang kasar ya ada Cuma ya sekedar ngomong doang. Misalnya ketika ramai-ramai perang teluk ada yang panggil saya, hai Saddam !
Gimana busana sehari-hari –hari ketika bertugas sebagai Chaplain, ustadz?
Ya seperti inilah. Pakai kopiah, kadang kalau hari Jum’at pakai baju Pakistan .

Mengenai jadwal kunjungan dan acara di penjara, itu diatur penjara atau ustadz yang mengatur sendiri?

Semua penjara yang mengatur. Misalnya saya di Mc Neil diberi jatah 32 jam, di Shelton 16 jam, maka tinggal saya saja yang mengaturnya. Saya harus tahu kapan waktu-waktu yang tepat buat ketemu inmate. Karena di penjara itu kan inmate itu bekerja. Penjara Amerika ini kaya pabrik. Mereka kerja dan dapat gaji, hanya gajinya kecil. Tapi bagi napi daripada dia menganggur lebih baik bekerja.

Apa alasan utama ustadz untuk tetap bertahan di posisi ini, saya yakin ustadz banyak menerima tawaran menggiurkan di luar?

Iya memang betul. Apalagi sekarang ini banyak tawaran menggiurkan. Di masjid itu banyak lowongan tersedia untuk menjadi imam, dengan gaji besar. Apalagi kalau di kota besar seperti New York. Tapi sekali lagi saya berfikir disini (Seattle) jarang tenaga ahli agama Islam. Juga jarang orang Amerika yang bisa mengajarkan Islam. Sebaliknya, banyak yang ingin belajar Islam. Jadi, untuk meninggalkan mereka sekarang ini kasihan. Apalagi setelah September 11th makin banyak lagi yang belajar Islam. Di semua masjid di Amerika ini jarang yang punya imam. Banyak masjid dibangun tapi jarang yang punya imam. Akhirnya apa, Islamic center adakalanya terjadi clash. Karena tak ada figure imam. Jadi kesan saya mereka kekurangan, jadi kalau saya tinggalkan kasihan.


Ada rencana untuk kembali ke Indonesia?

Ada, mungkin sepuluh tahun lagi.

Dari tiga kota Jakarta, Kairo, Seattle, mana yang paling menimbulkan kesan bagi ustadz?
Ya di Amerika inilah. Di Seattle. Saya menemukan Islam disini . Saya bisa menimba ilmu. Dari segi amaliyah juga. Disini ini kalau melihat orang Amerika masuk Islam serius sekali. Baru mengenal beberapa ayat Al Qur’an sudah langsung dijalankan. Seperti Al Qur’an berjalan. Sementara kita yang sudah sejak kecil berislam malah nggak jelas. Ada mualaf namanya Jalaluddin tiap hari drive dari Olympia ke Seattle, hanya untuk belajar Islam. Suatu waktu dia bilang dia ingin nikah dengan muslimah Indonesia. Jalaludin ini orang bule asli. Keturunan Jerman. Kebetulan ada kawan perempuan istri saya, teman waktu pendidikan di Bandung dulu. Maka saya kontak, kenalan, kirim data, karena dia tidak bisa bahasa Indonesia maka saya yang menerjemahkan. Akhirnya dia setuju. Jalaludin ini masya Allah. Sebelum nikah kan dia tinggal dulu di rumah mertua saya di Bandung. Untuk persiapan, sekitar sepekan-lah. Jadi mertua saya seperti keluarga dia. Karena saya tidak bisa mengantar dia ke Indonesia. Jalaluddin ini kalau masuk maghrib hingga Isya ini tidak mau diganggu. Dia dzikir di mushalla. Kebetulan di rumah mertua saya ada mushala. Mertua saya nanya, kamu kok kalau dzikir nikmat sekali. Dia bilang, saya ini dulu suka minum, suka mengganja, suka fly. Sekarang saya juga saya bisa fly dengan dzikir. Ala bidzikrillah tathmainul qulub. Terus dia nikah kan di Haurgelis. Kalau kita kan biasa bersanding di pelaminan. Dia tidak mau. Dia ingin dipisah. Kata dia, kita itu masuk Islam untuk meninggalkan jahiliyah. Akhirnya pelaminan dan tamu-tamu dipisah. Perempuan dan laki-laki terpisah. Lalu dia kan bulan madu juga di Haurgeulis. Di rumah mertuanya dia jadi sosok perhatian. Karena kalau mau ke masjid dia harus lewat pasar dan kaum. Jadi tiap waktu shalat dan mendengar adzan dia langsung ke masjid. Dia segera jadi perhatian. Bagaimana tidak, ada orang bule tinggi besar pakai baju batik pergi ke masjid. Ada orang pasar yang sudah puluhan tahun di pasar ada adzan pun tidak peduli. Mereka malu. Juga ada madrasah. Ustadz-ustadz di madrasah ini juga malu. Akhirnya ke masjid juga. Anak-anak mudah yang suka main bola juga penasaran. Ini bule bisa sholat nggak sih. Akhirnya mereka semua pada pergi ke masjid. Sehingga masjid jadi penuh. Ini contoh yang membuat saya tertegun. Ini orang baru masuk Islam kok begitu sekali. Juga muslim negara lain dari Kuwait atau Saudi banyak yang mengatakan bahwa mereka merasa masuk Islam justru setelah di Amerika. Ada orang Saudi yang tinggal di Mekkah pun mengatakan bahwa dalam sepekan hanya sekali dia pergi ke masjid. Begitu ke Amerika dia jadi rajin shalat di masjid.

Apa pendapat ustadz tentang komentar seorang Rabbi tentang hadits bahwa nanti menjelang hari kiamat orang Islam akan memerangi orang Yahudi, seperti yang pernah ditanyakan oleh AN Teve kepada ustadz?

Hadits ini shahih. Jadi pada hari kiamat orang muslim dan orang Yahudi akan berperang dan orang muslim akan mengalahkan orang Yahudi. Sampai orang Yahudi bersembunyi di balik batu dan batu memberitahu. Dia bersembunyi di balik pohon dan pohon pun memberitahukan. Kecuali satu saja yaitu pohon gharqat. Tapi anehnya apa, saya kan pernah ke Israel tiga kali. Di Israel itu pohon gharqat ada. Di New York kalau kita pergi ke tempat orang Yahudi Orthodox, juga ada pohon itu. Jadi mereka percaya. Apa jawaban Rabbi Yahudi? Dia bilang, ya saya percaya dengan apa yang dikatakan Muhammad. Tapi jangan takut. Ini masih lama. Ketika orang bertanya kapankan waktu itu akan datang ? sang Rabbi mengatakan itu akan terjadi ketika jumlah umat Islam yang datang pada shalat subuh sama dengan jumlah yang datang pada shalat Jum’at. Maksud Rabbi itu adalah ketika umat Islam sudah kembali kepada Islam.

Selama di Amerika apa Ustadz melihat ada kemajuan dalam lobi politik Islam dibandingkan dengan lobi politik Yahudi?

Setelah berdirinya CAIR (Council on American-Islamic Relation) agak lumayan. Justru sehabis peristiwa September 11th membuat kedudukan umat Islam lebih kuat lagi. Dulu impossible presiden Amerika datang ke Islamic Center, berkali-kali lagi. Juga agak janggal kalau FBI atau State Department (Departemen Luar Negeri –red.) berkali-kali minta bertemu dengan organisasi-organisasi Islam. Mengajak kerjasama. Berarti kan hubungannya kuat. Juga bagaimana kita bisa memaksa untuk melakukan propaganda tidak langsung tentang Islam? Coba apa kata Bush setelah September 11th, Islam adalah agama damai, kata dia.

Bagaimana komentar Ustadz tentang iklan-iklan layanan masyarakat pemerintah Amerika yang beredar di Indonesia Islam yang damai, yang anti terortis, dan lain lain?
Amerika secara people baik. Pekan pertama sejak peristiwa September 11th mungkin mereka benci dengan Islam. Sekarang malah positif. Mereka jadi ingin tahu. Dan yakin bahwa kejadian September 11th nggak ada hubungannya dengan Islam. Dan bahwa Islam adalah juga agama damai.

Ustadz termasuk yang diincar tidak setelah peristiwa September 11th?

Alhamdulillah tidak. Karena hubungan saya dengan pemerintahan setempat baik, juga dengan interfaith, dengan gereja, dan dengan mass media. Bahkan komentar-komentar saya sering dimuat. Mereka sudah kenal saya jauh sebelum September 11th. Bahkan ada juga polisi yang suka menolong saya, are you sure that nobody bothering you, kata dia. Waktu di penjara ketika kejadian September 11th saya juga langsung dipanggil pimpinan penjara. Dia bilang kalau ada apa-apa jangan ragu-ragu untuk menghubungi saya. Alhamdulillah juga sekarang banyak lawyer-lawyer muslim. Juga ada CAIR. Mereka banyak berperan. Termasuk ketika warga muslim banyak menghadapi masalah keimigrasian pasca September 11th sampai ada yang ditahan di California dalam jumlah besar.


BIODATA
Nama Lengkap : Muhammad Awod Joban
Lahir di Purwakarta, 2 Juni 1952
Pendidikan :
Madrasah Arabiyah Islamiyah di Purwakarta (Ibtidaiyah s.d. Aliyah)
IAIN Jakarta Jurusan Adab sampai dengan Doktoral dua S 1).
License (Lc.) di bidang Ushuluddin dari Al Azhar
Master di bidang Ushuluddin di Islamic Studies Al Azhar

Alamat : Olympia – Seattle, Washington USA
e-mail : mjoban@attbi.com
Profesi : Chaplain di Correctional Center Washington State, Imam Masjid Olympia, Washington. Pembimbing Ibadah Umrah dan Haji.
Menikah sejak tahun 1990 dengan Moeti Amrina asli Bandung yang kini tengah belajar computer science di Seattle, dan kini sudah dikaruniai 2 anak Mubassyar & Mubassyir.

(di ambil dari herustories.multiply.com edisi revisi)

No comments: